Selasa, 23 Maret 2010

Rumah Apung sebagai Rumah Anti Banjir

Lagi-lagi di musim hujan ini terjadi banjir di mana-mana. Rumah rusak, barang-barang hancur... terbayang berapa kerugian yang ditanggung. Belum lagi biaya untuk pembersihan dan perbaikan.

Sebelumnya saya sempat "meluncurkan" ide dimana rumah panggung sebagai rumah anti banjir. Ada ide menarik dari laman RISTEK, yaitu mengenai rumah yang dapat mengapung. Gambarannya seperti ini (diambil dari lama ristek tersebut) :


(Jadi teringat rumah apung di pinggir pantai yang pakai drum bekas sebagai pelampungnya....)

Teknologi rumah apung tersebut, katanya diambil dari Belanda. Mungkin ga ya dibuat di INdonesia?

Bahan rumahnya adalah kayu, supaya ringan. Di Indonesia, kayu banyak dong yaa... Kemudian pilarnya dari beton dan baja. Kedua material tersebut juga ada di Indonesia. Lantai berfungsi sebagai lambung kapal. Nah.. ini dia nih.. perlu teknologi material khusus untuk buat lantai seperti itu. Semoga ada yang mencoba membuatnya di Indonesia, sehingga bisa dikembangkan lebih lanjut. Bisa mengatasi daerah perumahan yang sering kebanjiran.

Selasa, 09 Februari 2010

Ulasan Proyek : Rumah Tinggal Paseban Jakarta Pusat


Rumah tinggal ini mempunyai konsep rumah tinggal sehat. Penerapan sistem ventilasi udara alami dan pencahayaan alami dilakukan pada seluruh ruangan. Sehingga pada siang hari tidak perlu menyalakan lampu karena ruangan cukup terang. Ruang dalam pun terasa "adem" dan udara terasa segar, dengan suhu ruang yang lebih rendah daripada di luar rumah.

Bentuk rumah mengikuti keinginan pemilik yang menyukai bentuk minimalis dengan bentuk jendela yang panjang. Begitu pula dengan permainan warna yang menggunakan "tone" warna abu-abu dan batu alam.

Tata letak ruangan mempertimbangkan kebutuhan penghuninya. Pada lantai dasar terdapat ruang tamu, ruang duduk dan ruang makan, ruang tidur utama, dapur dan halaman dalam. pada lantai dua terdapat 2 kamar tidur, kamar mandi, ruang duduk kamar tidur pembantu, dan ruang jemur.



Halaman dalam ini menjadi paru-paru rumah, menjadi sumber udara alami dan pencahayaan alami untuk ruang tidur, ruang makan, kamar mandi dan ruang duduk lantai 2.

Void tangga menjadi aksen ruang dan menerima pantulan cahaya dari ruang duduk di lantai 2. Ini menjadi salah satu sumber pencahayaan di lantai 1.





Ruang dapur menyatu dengan ruang makan. Letaknya yang berhubungan langsung dengan halaman dalam, membuat ruangan ini menjadi terang tanpa perlu pencahayaan lampu di siang hari.

Jendela yang besar pada ruang duduk di lantai 2 diposisikan menghadap ke taman. Sehingga keindahan taman pada halaman dalam dapat dinikmati tidak hanya di lantai 1 tetapi juga di lantai 2. Dari jendela inilah cahaya memantul ke void tangga.

Dengan lebar lahan 6 m, perlu "trik" khusus dalam mendesain agar tidak terasa sempit. Konsep ruang mengalir dengan langit-langit yang tinggi berhasil membuat ruangan menjadi lega dan terasa luas.

Kamis, 12 November 2009

Perancangan Rumah Pinang Nikel

Perancangan rumah ini, awalnya merupakan renovasi dari kediaman awal dari owner yang berupa rumah satu lantai dengan 3 kamar tidur. Kebutuhan renovasi ini didorong oleh mulai rusak nya kuda-kuda kayu dan kusen oleh rayap yang memang banyak terjadi didaerah Pondok Indah. Penggantian kuda-kuda ini berarti membuka seluruh atap dari rumah eksisting dan menggantinya dengan kuda-kuda baja ringan. Renovasi ini merupakan konstruksi besar dan sekaligus menjadikan 2 lantai karena kebutuhan akan 3 kamar tidur untuk anak pada 1 lantai tidak mencukupi dalam lahan ini.

Pada rumah existing, owner menyukai adanya taman dalam rumah yang menyebabkan terjadinya void yang langsung ke atap dan berniat untuk mempertahankan taman ini. Void ini menyebabkan air hujan jatuh langsung kedalam taman, penempatan void ini membawa sirkulasi udara pada rumah ini tapi sekaligus mempunyai kelemahan apabila hujan deras percikan air dapat mengenai area lain disekeliling taman. Mempertahankan taman ini menyebabkan perancangan dari rumah ini unik dan menjadi daya tarik dari rumah ini. Selain taman di tengah ini, terdapat taman belakang yang berfungsi sebagai sirkulasi udara untuk kamar tidur dan k mandi.
Keputusan perancangan pertama yang dilakukan adalah mempertahankan architectural footprint dari existing rumah. Kedua taman di pertahankan sebagai sarana sirkulasi udara dan pencahayaan dari rumah ini. Owner juga menginginkan untuk rumah tidak memakai AC pada setiap ruang, hal ini menuntut arsitek untuk membuat desain yang mempunyai sirkulasi udara pada seluruh ruang. Untuk mendapatkan sirkulasi udara yang baik pada tiap ruang diputuskan dengan memakai ceiling yang tinggi dan pada ruang keluarga /area taman menggunakan sistem loft atau menggunakan void. Jarak antar lantai pun diambil 3.5m sehingga didapatkan tinggi ceiling 3 meter bahkan pada lantai 1 tidak ditutup oleh ceiling yaitu beton difinish cat.

Pembagian ruang pada dasarnya mempertahankan existing rumah, dengan lahan berukuran 8 m x 20 m, daerah servis diposisikan pada sisi selatan selebar 3 m dan sisanya sepanjang 5m diperuntukan fungsi-fungsi utama. Area servis pada lt 1 dan jemur di lantai 2 berada pada depan langsung berhadapan dengan carport, secara berurutan setelahnya adalah dapur dan tangga serta k.mandi lantai 1 yang segaris dengan k mandi lantai 2. Sedangkan pada fungsi utama, r tamu dan r keluarga tidak dibatasi langsung oleh dinding. Kamar tidur utama berada di lantai 1 dan 3 kamar tidur anak serta tambahan r sholat/bermain di lantai 2.

Pemilihan atap satu sisi yang membuka kearah utara pada bagian depan rumah dikarenakan untuk mewadahi masuknya cahaya dan air hujan pada taman yang berada pada ruang keluarga. Sedangkan pada bagian belakang menggunakan atap pelana untuk menutupi penempatan torn air dari jalan depan dan mempermudah aliran air hujan.

Rumah yang menghadap barat, mengakibatkan bukaan pada fasade lantai 2 minimal dan hanya menambah jendela yang menghadap selatan. Bentuk dinding miring dipakai sebagai elemen desain untuk yang merespon bentuk atap utama serta sebagai daya tarik dari jalan lingkungan.

Penggunaan void di lantai 2, mempermudah pencahayaan dan sirkulasi pada selasar antar kamar tidur jendela yang menghadap utara. Dinding pada taman dibentuk pattern yang bertujuan untuk mengurangi kesan kaku dan tinggi. Bentuk pola yang tidak simetris bertujuan untuk menghadirkan kesan dinamis serta menghindarkan kebosanan pada penghuni yang setiap hari berada didalam rumah. Bentuk pola ini juga diulang pada dinding bordes tangga dan fasade rumah. Tingginya ceiling pada ruang keluarga dan terbuka memungkinkan terjadinya potensi percikan hujan yang dapat membasahi area di sekitar taman hal ini dicoba dengan memberikan kawat ram dan besi palang yang berfungsi melemahkan jatuhnya air hujan.

Senin, 26 Oktober 2009

Gempa dan Bangunan

Melihat berita Gempa di Padang, rasanya sangat terenyuh. Bayangkan hanya dalam hitungan detik bangunan rubuh dan menimpa orang-orang yang ada di dalamnya. Apakah ini karena kehendak Allah? Menurut saya, iya. Ajal kan ada di tangan Allah. Manusia hanya bisa berusaha untuk menjaga kesehatannya dan menjaga keselamatannya. Apakah karena kecerobohan manusia? Hanya Allah yang tahu.

Beberapa hari setelah gempa, ada berita bahwa ada rumah tradisional di Sumatera Barat sana, yang umurnya sudah tua, masih bertahan meski digoyang gempa meskipun bangunan baru sekitarnya rata dengan tanah. Ada pesan yang menarik di sini. Rupanya nenek moyang kita sudah belajar banyak dari alam sehingga mampu menciptakan sistem bangunan yang sesuai dengan kondisi tempatnya. Rumah tradisional tersebut tahan terhadap gempa. Rasanya semua pasti setuju bahwa mengantisipasi gempa pada suatu bangunan bukan berarti menentang kehendak Allah. Kita kan diberi otak untuk berpikir dan mendapatkan ilham(termasuk ilmupengetahuan) itu adalah rahmat dari Allah.

Sistem struktur bangunan tradisional memang menarik. Itu harus kita pertahankan. Kita manfaatkan. Sistem struktur yang bukan tradisional pun ada, dan harus dirancang dan dibangun sesuai dengan kaidahnya.

Saya jadi teringat ketika membangun rumah tinggal. Suatu ketika saya mempunyai desain arsitektur rumah yang dilengkapi dengan gambar struktur. Gambar struktur tersebut dihitung oleh insinyur struktur. Ketika pembangunan berjalan, tahukah anda apa kata para pekerja bangunan? "wah tulangannya besar sekali! Kolomnya besar sekali! Pondasinya besar sekali! Dikurangi saja, biasanya lebih kecil dari ini, juga kuat kok. apalagi ini cuma rumah tinggal 2 lantai!". Masih ada komentar lainnya, "Buat sambungannnya susah nih, dihilangkan saja, ga pa pa kok." Waduh, gimana menjelaskan kepada mereka ya, itu kan hasil hitungan orang struktur? Apa bangunan yang mereka buat sudah pernah kena gempa? Kalau iya, seberapa kuat gempa nya ya?

Please teman-teman, jangan abaikan gambar struktur yang sudah dihitung oleh insinyur sipil/struktur. Para insinyur itu mendesain ada ilmunya, ada aturannya. Bukan main tebak-tebakan.

Peace!!

Minggu, 10 Mei 2009

pintu dari bahan sisa

saat berkunjung ke gudang salah seorang retailer lantai kayu [parquete], saya tertarik melihat pintu hasil kreasinya




dari material sisa peti kemas, melalui proses press dan lem, dibuatlah rangka pintu. Pengisi pintu menggunakan parquete sisa [bahan kayu kempas-solid] 2 muka.
secara fungsi, cukup kuat untuk menjadi pintu utama
dan secara visual, hasilnya tampak kasar (rustic) .....
tapi justru beberapa orang menyukai efek ini, bisa sebagai aksentuasi pada bangunan bertema minimalis, ataupun para penyuka rumah bergaya natural




perkiraan harga untuk ukuran pintu ukuran 84x 210 cm (tanpa kunci, lockset dan engsel), sudah dalam kondisi di-vernish / melamik, harga jual pintu jadi ini berkisar Rp 600 ~ 700 ribu rupiah.
Cukup kompetitif, mengingat harga pintu panil biasa dengan bahan rangka kamper-oven/ jati Jawa Barat (di-finish melamik) sudah mencapai harga Rp1,2 juta per pintu

Tapi harus dicermati juga masalah pengolahan bahan sisa peti kemas ini. Terutama proses press dan lem. Sebaiknya menggunakan mesin agar hasilnya cukup halus dan tidak mudah merengkah.

semoga berguna

Rabu, 26 November 2008

Mensiasati Kebutuhan Ruangan

Rumah, sebagai tempat tinggal, idealnya mewadahi seluruh kegiatan penghuninya. Apa artinya kita harus memiliki semua ruangan? bagaimana kalau luas tanah dan luas bangunannya terbatas? bagaimana kalau dananya tidak mencukupi, karena rumah terlalu luas?

Tahap paling awal yang harus dilakukan adalah merumuskan ruangan apa saja yang diperlukan dan untuk kegiatan apa. Buat saja daftarnya, meskipun pada awalnya daftar tersebut akan sangat panjang. Siapa sih yang tidak ingin kalau rumahnya akan menjadi tempat yang paling menyenangkan di dunia ini? Pikirkan kepentingan setiap orang yang akan tinggal di rumah tersebut. Ayah, ibu, anak-anak, kakek, nenek, dan orang lain yang akan tinggal di sana, termasuk pembantu lho...

Setelah itu, coba sederhanakan, mana saja ruangan-ruangan yang dapat digabungkan. Pertimbangannya bisa beragam. Antara lain, bisa bersama-sama beraktifitas di ruangan tersebut. Bisa juga karena waktu aktifitasnya tidak bersamaan. Jadi kalau pagi, dimanfaatkan oleh ibu, kalau malam dimanfaatkan oleh anak, misalnya. Pada tahap ini, seharusnya daftar yang dipunyai sudah lebih sederhana.

Selanjutnya, mulailah dengan memperkirakan berapa luas ruangannya. Pertimbangkan keberadaan perabot seperti lemari, kursi, meja, dll. Dengan demikian, dari daftar tersebut sudah ada perkiraan berapa luas bangunan kita. Apakah angka tersebut menunjukkan luas TOTAL rumah? TIDAK!!! Angka tersebut hanya perkiraan saja lho... luas total rumah anda nantinya bisa jadi lebih besar 20-30% dari daftar tersebut, karena ada yang tidak dihitung dalam tersebut yaitu sirkulasi antar ruangan termasuk tangga (untuk rumah 2 lantai).

Jika luas bangunan kita masih terlalu besar, tentukan prioritas. Mana yang harus ada, mana yang dapat dihilangkan. Atau... perkecil perkiraan luas ruangan. Misalnya dengan menggunakan perabot-perabot yang lebih ukurannya lebih simpel/kecil dan multifungsi.

Kemudian cek lagi luasnya dan susun ulang prioritasnya. Sampai didapatkan daftar ruangan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan Anda....

Selanjutnya : "diagram ruangan"

Senin, 05 Mei 2008

RUMAH PANGGUNG SEBAGAI RUMAH ANTI BANJIR

Beberapa waktu yang lalu seringkali kita mendengar berita kebanjiran, tidak hanya di Jakarta tetapi juga daerah-daerah lainnya. Ada yang sudah menjadi “langganan” banjir, tetap saja tidak pindah rumah dengan berbagai alasan. Di antaranya ada yang beralasan beli tanah/rumah di tempat lain tidak punya uang, sedangkan kalau rumah yang kebanjiran dijual, harganya murah.

Sepertinya tidak ada alternatif lain selain tetap bertahan. Padahal kalau rumah sudah terendam banjir, tidak sedikit biaya dan tenaga yang harus dikeluarkan untuk membersihkannya. Kalau sudah seperti ini, rumah bagaimana yang seharusnya dikembangkan di daerah yang rawan banjir?


Kalau kita lihat rumah tradisional beberapa daerah, bentuknya adalah rumah panggung. Rumah panggung di masa lalu mempunyai banyak manfaat antara lain untuk menghindar dari binatang-binatang liar dan air pasang sehingga tidak masuk ke dalam rumah. Sayangnya, bentuk rumah panggung sudah lama ditinggalkan dan dilupakan oleh masyarakat. Rumah panggung dianggap “kampungan” dan ketinggalan jaman. Bagaimana kalau kita ciptakan rumah panggung modern?







Kalau kita lihat manfaatnya, banyak sekali. Dengan rumah panggung, berarti air banjir tidak masuk ke dalam rumah. Secara materi dan kesehatan, ini sudah sangat menguntungkan. Ruang bawah rumah yang kosong dapat dimanfaatkan sebagai area bermain. Halaman rumah untuk bermain anak akan menjadi lebih luas, asalkan tinggi panggung aman untuk dilalui misalnya 2m. Atau menjadi ruang duduk-duduk santai dengan tempat duduk yang tahan air (metal atau beton) sehingga kalaupun terkena banjir tidak jadi masalah. Manfaatnya akan bertambah kalau permukaan tanah tidak seluruhnya ditutup oleh beton atau semen. Penyerapan air hujan ke dalam tanah akan menjadi lebih baik. Dengan demikian luas serapan air menjadi lebih besar jika mengembangkan rumah panggung.


Mengenai bentuk… sepertinya akan menjadi tantangan buat arsitek untuk berkreasi dan menghasilkan rumah panggung dengan bentuk yang menarik. Misalnya rumah panggung minimalis …. Bisa saja lho, kenapa tidak?